KATA PENGANTAR
BAB. I
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah senantiasa
melimpahkan Rahmat dan Hidayah- NYA sehingga kita semua dalam keadaan
sehat walafiat dalam menjalankan aktifitas sehari-hari. Penyusun juga
panjatkan kehadiran ALLAH SWT, karena hanya dengan kerido’an-NYA. Tugas Makalah mata kuliah Aspek Hukum Dalam Ekonomi dengan judul “HUKUM PERIKATAN” ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari betul sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, makalah ini tidak akan terwujud dan masih jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis berharap saran dan kritik demi perbaikan-perbaikan lebih lanjut.
Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi yang membutuhkan.
Penulis menyadari betul sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, makalah ini tidak akan terwujud dan masih jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis berharap saran dan kritik demi perbaikan-perbaikan lebih lanjut.
Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi yang membutuhkan.
Bekasi, 16 May 2013
Sigit Bayu Segoro
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “verbintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literature hukum di Indonesia.
Perikatan artinya hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang
lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan. Misalnya jual beli barang, dapat berupa peristiwa misalnya lahirnya seorang bayi, matinya orang, dapat berupa keadaan,
misalnya letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang
bergandengan atau bersusun. Karena hal yang mengikat itu selalu ada
dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang- undang atau
oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi akibat hukum. Dengan demikian,
perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu
disebut hubungan hukum( legal relation).
B. RUMUSAN MASALAH
Dalam permasalahan ini, pemakalah akan menguraikan 5 poin penting, yaitu ;
1. Bagaimana pengertian dari perikatan?
2. Bagaimana dasar
Hukum Perikatan?
3. Bagaimana azas-azas
dalam Hukum Perikatan?
4. Bagaimana wanprestasi
dan akibat-akibatnya?
5. Bagaimana hapusnya
Perikatan?
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini, ialah ;
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari perikatan
2. Untuk mengetahui dan memahami dasar hukum perikatan
3. Untuk mengetahui dan memahami azas-azas dalam hukum perikatan
4. Untuk mengetahui dan memahami wanprestasi dan akibat-akibatnya
5. Untuk mengetahui dan memahami hapusnya perikatan
BAB. II
PEMBAHASAN
1. Perikatan
Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara orang yang satu dengan orang
yang lainkarena perbuatan, peristiwa, atau keadaan. Dari rumusan ini
dapat diketahui bahwa perikatanitu terdapat dalam bidang hukum harta
kekayaan (law of property), dalam bidang hukunm keluarga (family law),
dalam bidang hukum waris (law of succession), dalam bidanghukum pribadi
(personal law). Perikatan yang terdapat dalam bidang hukum ini disebut perikatan dalam arti luas.perikatan yang terdapat dalam bidang- bidang hukum tersebut di atas dapat dikemukakan contohnya sebagai berikut:
a) Dalam bidang hukum kekayaan, misalnya perikatan jual beli, sewa menyewa, wakil tanpa kuasa (zaakwaarneming), pembayaran tanpa utang, perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain.
b) Dalam bidang hukum keluarga, misalnya perikatan karena perkawinan, karena lahirnya anak dan sebagainya.
c) Dalam bidang hukum waris, misalnya perikatan untuk mawaris karena kematian pewaris, membayar hutang pewaris dan sebagainya.
d) Dalam bidang hukum pribadi, misalnya perikatan untuk mewakili badan hukum oleh
pengurusnya, dan sebagainya.
Perikatan
yang dibicarakan dalam buku ini tidak akan meliputi semua perikatan
dalam
bidang- bidang hukum tersebut. Melainkan akan dibatasi pada
perikatan yang terdapat
dalam bidang hukum harta kekayaan saja,yang menurut sistematika Kitab Undang
Undang hukum Perdata diatur dalam buku III di bawah judul tentang Perikatan.
Tetapi
menurut sistematika ilmu pengetahuan hukum, hukum harta kekayaanitu
meliputi
hukum benda dan hukum perikatan, yang diatur dalam buku II
KUHPdt di bawah judul
Tentang Benda.Perikatan dalam bidang harta
kekayaan ini disebut Perikatan dalam arti
sempit.
2. Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
2. Perikatan yang timbul dari undang-undang
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum
(onrechtmatigedaad) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )
Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
1. Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau
karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat
sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
2. Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan
dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
3. Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang
timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
3. Azas-azas Dalam Hukum Perikatan
Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme, berikut:
• Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
• Asas konsensualisme Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
4. Wanprestasi dan Akibatnya
Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur.
Ada empat kategori dari wanprestasi, yaitu :
- Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
- Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan
- Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
- Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya
Akibat-akibat wanprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wanprestasi, dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :
- Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur ( ganti rugi )
- Biaya adalah segala pengeluaran atau pengongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak
- Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibatkan oleh kelalaian si debitor
- Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
- Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian
- Peralihan resiko
pihak yang menimpa barang dan menjadi objek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH Perdata
5. Hapusnya Perikatan
Perikatan
itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381
KUH Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah
sebagai berikut :
Pembaharuan utang (inovatie)
Novasi
adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan
pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan
sebagai pengganti perikatan semula.
Ada tiga macam novasi yaitu :
1) Novasi obyektif, dimana perikatan yang telah ada diganti dengan perikatan lain.
2) Novasi subyektif pasif, dimana debiturnya diganti oleh debitur lain.
Perjumpaan utang (kompensasi)
Kompensasi
adalah salah satu cara hapusnya perikatan, yang disebabkan oleh keadaan,
dimana dua orang masing-masing merupakan debitur satu dengan yang
lainnya. Kompensasi terjadi apabila dua orang saling berutang satu pada
yang lain dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut
dihapuskan, oleh undang-undang ditentukan bahwa diantara kedua mereka
itu telah terjadi, suatu perhitungan menghapuskan perikatannya (pasal
1425 KUH Perdata).
Misalnya A berhutang sebesar Rp. 1.000.000,- dari B
dan sebaliknya B berhutang Rp. 600.000,- kepada A. Kedua utang tersebut
dikompensasikan untuk Rp. 600.000,- Sehingga A masih mempunyai utang Rp.
400.000,- kepada B.Untuk terjadinya kompensasi undang-undang menentukan
oleh Pasal 1427KUH Perdata, yaitu utang tersebut :
- Kedua-duanya berpokok sejumlah uang atau.
- Kedua-duanya berpokok sejumlah uang atau.
- Berpokok
sejumlah barang yang dapat dihabiskan. Yang dimaksud dengan barang yang
dapat dihabiskan ialah barang yang dapat diganti.
- Kedua-keduanya dapat ditetapkan dan dapat ditagih seketika.
Pembebasan utang.
Undang-undang
tidak memberikan definisi tentang pembebasan utang. Secara sederhana
pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur
melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur. Pembebasan
utang tidak mempunyai bentuk tertentu. Dapat saja diadakan secara lisan.
Untuk terjadinya pembebasan utang adalah mutlak, bahwa pernyataan
kreditur tentang pembebasan tersebut ditujukan kepada debitur.
Pembebasan utag dapat terjadi dengan persetujuan atau Cuma- Cuma.
Menurut
pasal 1439 KUH Perdata maka pembebasan utang itu tidak boleh
dipersangkakan tetapi harus dibuktikan. Misalnya pengembalian surat
piutang asli secara sukarela oleh kreditur merupakan bukti tentang
pembebasan utangnya.
Dengan
pembebasan utang maka perikatan menjadi hapus. Jika pembebasan utang
dilakukan oleh seorang yang tidak cakap untuk membuat perikatan, atau
karena ada paksaan, kekeliruan atau penipuan, maka dapat dituntut
pembatalan. Pasal 1442 menentukan : (1) pembebasan utang yang diberikan
kepada debitur utama, membebaskan para penanggung utang, (2) pembebasan
utang yang diberikan kepada penanggung utang, tidak membebaskan debitur
utama, (3) pembebasan yang diberikan kepada salah seorang penanggung
utang, tidak membebaskan penanggung lainnya.
Musnahnya barang yang terutang
Apabila
benda yang menjadi obyek dari suatu perikatan musnah tidak dapat lagi
diperdagangkan atau hilang, maka berarti telah terjadi suatu ”keadaan
memaksa”at au force majeur, sehingga undang-undang perlu mengadakan
pengaturan tentang akibat-akibat dari perikatan tersebut. Menurut Pasal
1444 KUH Perdata, maka untuk perikatan sepihak dalam keadaan yang
demikian itu hapuslah perikatannya asal barang itu musnah atau hilang
diluar salahnya debitur, dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Ketentuan
ini berpokok pangkal pada Pasal 1237 KUH Perdata menyatakan bahwa dalam
hal adanya perikatan untuk memberikan suatu kebendaan tertentu kebendaan
itu semenjak perikatan dilakukan adalah atas tenggungan kreditur. Kalau
kreditur lalai akan menyerahkannya maka semenjak kelalaian-kebendaan
adalah tanggungan debitur.
Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan.
Bidang kebatalan ini dapat dibagi dalam dua hal pokok, yaitu : batal demi hukum dan dapat dibatalkan.
Disebut
batal demi hukum karena kebatalannya terjadi berdasarkan undang-undang.
Misalnya persetujuan dengan causa tidak halal atau persetujuan jual beli
atau hibah antara suami istri adalh batal demi hukum. Batal demi hukum
berakibat bahwa perbuatan hukum yang bersangkutan oleh hukum dianggap
tidak pernah terjadi. Contoh : A menghadiahkan rumah kepada B dengan
akta dibawah tangan, maka B tidak menjadi pemilik, karena perbuatan
hukum tersebut adalah batal demi hukum. Dapat dibatalkan, baru mempunyai
akibat setelah ada putusan hakim yang membatalkan perbuatan tersebut.
Sebelu ada putusan, perbuatan hukum yang bersangkutan tetap berlaku.
Contoh : A seorang tidak cakap untuk membuat perikatan telah menjual dan
menyerahkan rumahnya kepada B dan kerenanya B menjadi pemilik. Akan
tetapi kedudukan B belumlah pasti karena wali dari A atau A sendiri
setelah cukup umur dapat mengajukan kepada hakim agar jual beli dan
penyerahannya dibatalkan. Undang-undang menentukan bahwa perbuata hukum
adalah batal demi hukum jika terjadi pelanggaran terhadap syarat yang
menyangkut bentuk perbuatan hukum, ketertiban umum atau kesusilaan. Jadi
pada umumnya adalah untuk melindungi ketertiban masyarakat. Sedangkan
perbuatan hukum dapat dibatalkan, jika undang-undang ingin melindungi
seseorang terhadap dirinya sendiri.
Syarat yang membatalkan
Yang
dimaksud dengan syarat di sini adalah ketentun isi perjanjian yang
disetujui oleh kedua belah pihak, syarat mana jika dipenuhi
mengakibatkan perikatan itu batal, sehingga perikatan menjadi hapus.
Syarat ini disebut ”syarat batal”. Syarat batal pada asasnya selalu
berlaku surut, yaitu sejak perikatan itu dilahirkan. Perikatan yang
batal dipulihkan dalam keadaan semula seolah-olah tidak pernah terjadi
perikatan. Lain halnya dengan syarat batal yang dimaksudkan sebagai
ketentuan isi perikatan, di sini justru dipenuhinya syarat batal itu,
perjanjian menjadi batal dalam arti berakhir atau berhenti atau hapus.
Tetapi akibatnya tidak sama dengan syarat batal yang bersifat obyektif.
Dipenuhinya syarat batal, perikatan menjadi batal, dan pemulihan tidak
berlaku surut, melainkan hanya terbatas pada sejak dipenuhinya syarat
itu.
Kedaluwarsa
Menurut
ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu adalah suatu alat untuk
memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan
lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan
oleh undang-undang. Dengan demikian menurut ketentuan ini, lampau waktu
tertentu seperti yang ditetapkan dalam undang-undang, maka perikatan
hapus.
Dari ketentuan Pasal tersebut diatas dapat diketehui ada dua macam
lampau waktu, yaitu :
(1). Lampau waktu untuk memperolah hak milik atas suatu barang, disebut
”acquisitive prescription”;
(2). Lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau dibebaskan
dari tuntutan,
disebut ”extinctive prescription”; Istilah ”lampau waktu” adalah
terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa belanda ”verjaring”. Ada
juga terjemaha lain yaitu ”daluwarsa”. Kedua istilah terjemahan tersebut
dapat dipakai, hanya saja istilah daluwarsa lebih singkat dan praktis.
BAB. III
PENUTUP
- Kesimpulan
Sebagaimana tercantum di dalam UU, hukum dibuat agar manusia dapat mematuhinya dan belajar menjadi manusia disiplin, dimana keduanya saling berperan penting dalam memajukan bangsa dan negara.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.scribd.com/doc/16733475/Hukum-Perikatan
http://vanezintania.wordpress.com/2011/05/13/hapusnya-perikatan/
http://www.jurnalhukum.com/sebab-sebab-hapusnya-perikatan/
http://www.negarahukum.com/hukum/hapusnya-perikatan.html
0 comments:
Posting Komentar