KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah senantiasa
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-NYA sehingga kita semua dalam keadaan
sehat walafiat dalam menjalankan aktifitas sehari-hari. Penyusun juga panjatkan kehadiran ALLAH SWT, karena hanya dengan kerido’an-NYA. Tugas makalah mata kuliah Aspek Hukum Dalam Ekonomi dengan judul “ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT ” ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari betul sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, makalah ini tidak akan terwujud dan masih jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis berharap saran dan kritik demi perbaikan-perbaikan lebih lanjut.
Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kawan-kawan yang membutuhkan.
Bekasi, 28 May 2013
Sigit Bayu Segoro
BAB. I
PENDAHULUAN
Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi (pengganti) produk tersebut.
A. LATAR BELAKANG
Pasar Monopoli adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu
penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah
seorang penjual atau sering disebut sebagai "monopolis".
Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi (pengganti) produk tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
Dalam permasalahan ini, pemakalah akan menguraikan 7 poin penting, yaitu ;
1. Pengertian dari Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat
2. Azas
dan Tujuan
3. Kegiatan
yang dilarang
4. Perjanjian
yang dilarang
5. Hal-hal
yang dikecualikan dalam UU Anti Monopoli
6. Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
7. Sanksi
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari Anti Monopoli dan Persaingan
Tidak Sehat
2. Untuk mengetahui dan memahami Azas dan Tujuan
3. Untuk mengetahui dan memahami Kegiatan yang dilarang
4. Untuk mengetahui dan memahami Perjanjian yang Dilarang
5. Untuk mengetahui dan memahami Hal-hal yang dikecualikan dalam UU Anti Monopoli
6. Untuk mengetahui dan memahami tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
7. Untuk mengetahui dan memahami Sanksi
BAB. II
PEMBAHASAN
1. Pengertian dari Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat
“Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti
monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang
artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu
terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam
praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”,
“kekuatan
pasar” istilah“ dominasi” saling
dipertukarkan pemakaiannya.
Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan
suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut
tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya
kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut
yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum
tentang permintaan dan penawaran pasar.
Persaingan
usaha tidak sehat maksudnya dimana suatu perusahaan melakukan suatu usaha
dengan tidak sehat bisa dengan cara mengurangi bahan produksinya untuk memperoleh lebih banyak keuntungan tanpa memikirkan konsumennya yang ia mau
hanyalah suatu perusahaan yang ia dirikan menjadi lebih profit dibanding
sebelumnya.
Dalam Pasal 1 angka (2) UU Antimonopoli dijelaskan, bahwa
praktek monopoli adalah sebuah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih
pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan/atau pemasaran atas
barang dan/atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat
dan dapat merugikan kepentingan umum, sedangkan persaingan usaha dalam Pasal 1
angka (6) disebutkan sebagai persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan
kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan
cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan
kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan
dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu
sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan
kepentingan umum.
UU No. 5 Tahun 1999 merupakan salah satu perangkat hukum
untuk menunjang kegiatan bisnis yang sehat dalam upaya menghadapi sistem
ekonomi pasar bebas dengan bergulirnya era globalisasi dunia dan demokrasi
ekonomi yang diberlakukan di tanah air. Selain itu, undang-undang ini juga
mengatur tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha yang dapat
merugikan kegiatan ekonomi orang lain bahkan bagi bangsa dan negara ini dalam
globalisasi ekonomi. Keberadaan undang-undang anti monopoli ini menjadi tolok
ukur sejauh mana pemerintah mampu mengatur kegiatan bisnis yang sehat dan
pengusaha mampu bersaing secara wajar dengan para pesaingnya.
Semua ini bertujuan untuk mendorong upaya efisiensi,
investasi dan kemampuan adaptasi ekonomi bangsa dalam rangka menumbuhkembangkan
potensi ekonomi rakyat, memperluas peluang usaha di dalam negeri (domestik) dan
kemampuan bersaing dengan produk negara asing memasuki pasar tanah air yang
terbuka dalam rangka perdagangan bebas (free trade).
2. Azas dan Tujuan
Azas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
Tujuan yang terkandung di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, adalah
sebagai berikut :
1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi
ekonomi nasional sebagai
salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat.
2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui
pengaturan persaingan usaha yang
sehat, sehingga menjamin adanya kepastian
kesempatan berusaha yang sama bagi
pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah,
dan pelaku usaha kecil.
3. Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat yang ditimbulkan
oleh pelaku usaha.
4. Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan
usaha.
3. Kegiatan yang dilarang
Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat
2.Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai
pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa
pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di
antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan
keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan
untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.”
Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi,
kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya.
Kegiatan yang
dilarang lainnya dalam anti monpoli dan
persaingan usaha tidak sehat antara lain
- Monopoli
Adalah
penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan
jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
- Monopsoni
Adalah
situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha
yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli
tunggal,sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang bertindak
sebagai penjual jumlahnya banyak.
- Penguasaan pasar
Di
dalam UU no.5/1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha
yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik
monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu menolak dan atau menghalangi
pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang
bersangkutan.
- Persekongkolan
kerjasama
yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk
menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol
(pasal 1 angka 8 UU No.5/1999).
- Posisi Dominan
Pasal
1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan
suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar
bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha
mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam
kaitan dengan kemampuan keuangan.
- Jabatan Rangkap
Pasal
26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seorang yang menduduki
jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang
bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan
lain.
- Pemilikan Saham
Pasal
27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang
memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan
usaha dalam bidang sama pada saat bersangkutan yang sama atau mendirikan
beberapa perusahaan yang sama.
4. Perjanjian yang Dilarang
Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5/199 lebih
menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam
undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan
satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau
lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak
tertulis . Hal ini namun masih menimbulkan kerancuan. Perjanjian dengan
”understanding” apakah dapat disebut sebagai perjanjian. Perjanjian yang
lebih sering disebut sebagai tacit agreement ini sudah dapat diterima
oleh UU Anti Monopoli di beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya di
UU No.5/1999 masih belum dapat menerima adanya ”perjanjian dalam
anggapan” tersebut.
Sebagai perbandingan dalam pasal 1 Sherman Act yang dilarang adalah
bukan hanya perjanjian (contract), termasuk tacit agreement tetapi juga
combination dan conspiracy. Jadi cakupannya memang lebih luas dari hanya
sekedar ”perjanjian” kecuali jika tindakan tersebut—collusive
behaviour—termasuk ke dalam kategori kegiatan yang dilarang dalam bab IV
dari Undang-Undang Anti Monopoli . Perjanjian yang dilarang dalam UU
No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebgai berikut :
- Oligopoli Pasar
- Penetapan harga
Dalam penetapan
harga harus sama ditentukan oleh pasar
agar harganya sama.
- Pembagian wilayah
Pelaku usaha dilarang
membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi
wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
- Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang
membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang dapat menghalangi
pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar
dalam negeri maupun pasar luar negeri.
- Kartel
Kelompok produsen
independen yang bertujuan menetapkan harga, untuk membatasi suplai dan
kompetisi.
- Trust
Bertujuan untuk
mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
- Oligopsoni
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha
menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau
jasa dalam suatu pasar komoditas.
- Integrasi vertikal
Bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah
produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa.
- Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang
membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak
yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok
kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada
tempat tertentu.
- Perjanjian dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha dilarang
membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
5. Hal-hal
yang dikecualikan dalam UU Anti Monopoli
Di dalam Undang-Undang Anti Monopoli Nomor 5 Tahun 1999,terdapat hal-hal yang dikecualikan,yaitu :
Pasal 50
- perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
- perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba;
- perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan;
- perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan;
- perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas;
- perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia;
- perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri;
- pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil;
- kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya.
Pasal 51
Monopoli dan
atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak
serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur dengan
undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau
badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.
6. Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga
independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5
tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Keberadaan KPPU
diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:
- Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
- Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
- Efisiensi alokasi sumber daya alam
- Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
- Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
- Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
- Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
- Menciptakan inovasi dalam perusahaan
7. Sanksi
- Sanksi Administrasi Sanksi administrasi adalah dapat berupa penetapan pembatasan perjanjian, pemberhentian integrasi vertikal, perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan posisi dominan, penetapan pembatalan atas penggabungan , peleburan dan pengambilalihan badan usaha, penetapan pembayaran ganti rugi, penetapan denda serendah-rendahnya satu miliar rupiah atau setinggi-tingginya dua puluh lima miliar rupiah.
- Sanksi Pidana Pokok dan Tambahan Sanksi pidana pokok dan tambahan adalah dimungkinkan apabila pelaku usaha melanggar integrasi vertikal, perjanjian dengan pihak luar negeri, melakukan monopoli, melakukan monopsoni, penguasaan pasar, posisi dominan, pemilikan saham, penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan dikenakan denda minimal dua piluh lima miliar rupiah dan setinggi-tingginya seratus miliar rupiah, sedangkan untuk pelanggaran penetapan harga, perjanjian tertutup, penguasaan pasar dan persekongkolan, jabatan rangkap dikenakan denda minimal lima miliar rupiah dan maksimal dua puluh lima miliar rupiah.
Sementara itu, bagi pelaku usaha yang dianggap melakukan pelanggaran
berat dapat dikenakan pidana tambahan sesuai dengan pasal 10 KUH Pidana
berupa :
- pencabutan izin usaha
- larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya dua tahun dan selama-lamanya lima tahun,
- penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.
Sanksi dalam anti Monopoli diatur dalan pasal 36 , pasal 48
serta pasal 49 yang mempunyai arti:
Pasal
36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian,
penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU
juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang
melanggar UU Anti Monopoli.
Pasal 48:
(1)
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal
16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana
denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana
kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2)
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal
20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda
serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya
Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan
pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda
serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya
Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda
selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49
Dengan menunjuk
ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
- Pencabutan izin usaha
- Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun
- Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain. Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.
BAB. III
PENUTUP
- Kesimpulan
Jadi dengan adanya UU, pihak konsumen merasa aman karena dapat dilindungi dari produk barang/jasa para produsen yang tidak berkualitas dan merugikan masyarakat. Perlindungan usaha lemah dan konsumen diutamakan untuk menciptakan harmonisasi usaha yang sehat pada kegiatan bisnis. Dan juga ada jaminan kepastian hukum untuk dapat mencegah praktek monopoli dan persaingan tidak sehat dalam mobilitas perekonomian, sehingga dapat tercipta efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha yang dapat meningkatkan efisiensi nasional sebagai salah satu cara dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menarik minat penanam modal baik dalam dan luar negeri.
DAFTAR PUSTAKA
http://ayudwie.wordpress.com/2011/05/15/anti-monopoli-dan-persaingan-tidak-sehat-bab-10/http://ejournal.warmadewa.ac.id/wp-content/uploads/2012/04/kerthawicaksana_vol18_No1_201201_ISSN0853-6422_Art-122.pdf