SIGIT_BAYU ACCOUNTING. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Sistem Perekonomian Indonesia

1. PEMERINTAHAN PADA MASA ORDE LAMA

Pemerintahan pada masa orde lama dibagi menjadi tiga yaitu
a. Masa pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Pada masa awal kemerdekaan, keadaan ekonomi Indonesia sangat buruk, yang antara lain disebabkan oleh :
1. Inflasi yang sangat tinggi,disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang (mata uang De Javashe Bank ,Hindia Belanda,dan Jepang).
2. Adanya blockade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
3. Kas Negara kosong
4. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan ekonomi,antara lain :
1. Program Pinjaman Nasional oleh menteri keuangan IR. Surachman (Juli 1946)
2. Upaya menembus blockade dengan diplomasi beras ke India (Indonesia menawarkan bantuan berupa padi sebanyak 500.000 ton dan India menyerahkan sejumlah obat-obatan kepada Indonesia),mengadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blockade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
3. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
4. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
5. Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik.
b. Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Permasalahan ekonomi yang dihadai oleh Indonesia masih sama seperti sebelumnya. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, antara lain:
1. Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
2. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi. (Kabinet Sukiman)
3. Sistem ekonomi Ali (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. (Kabinet ini sangat melindungi importir pribumi, sangat berkeinginan mengubah perekonomian dari struktur colonial menjadi nasional)
4. Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.(Kabinet Burnahudin)
c. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi. Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :
1. Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50 dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
2. Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia ( 1961-1962 harga barang-barang naik 400%).
3. Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Tindakan ini meningkatkan angka inflasi.

2. PEMERINTAHAN MASA ORDE BARU
Prioritas yang dilakukan adalah pengendalian inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Modal asing mulai masuk sehingga industrialisasi mulai dikerjakan dan Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA) yang pertama dibuat tahun 1968. Pada tahun 1970-an dan awal 1980-an harga minyak bumi melonjak tinggi di pasar dunia sehingga Orde Baru mampu membangun dan mengendalikan inflasi serta membuat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
Dampak negatif kondisi ekonomi Indonesia pada masa Orde Baru antara lain : 
a. Ketergantungan terhadap Minyak dan Gas Bumi (Migas)
Migas merupakan salah satu sumber pendapatan utama bagi APBN
b. Ketergantungan terhadap Bantuan Luar Negeri
Akibat berkurangnya pendapatan dari Migas, pemerintah melakukan penjadwalan kembali proyek pembangunan yang ada, terutama yang menggunakan valuta asing. Mengusahakan peningkatan ekspor komoditi non migas dan terakhir meminta peningkatan pinjaman luar negeri kepada negara – negara maju. Tahun 1983, Indonesia negara ketujuh terbesar dalam jumlah hutang dan tahun 1987 naik ke peringkat keempat. Ironisnya, di tahun 1986/87, sebanyak 81% hutang yang diperoleh untuk membayar hutang lama ditambah bunganya.
Kebijakan pembangunan Indonesia yang diambil dikenal dengan sebutan “structural adjustment” dimana ada 4 jenis kebijakan penyesuaian sebagai berikut :
a. Program stabilisasi jangka pendek atau kebijakan manajemen permintaan dalam bentuk kebijakan fiskal, moneter dan nilai tukar mata uang dengan tujuan menurunkan tingkat permintaan agregat.
b. Kebijakan struktural demi peningkatan output melalui peningkatan efisiensi dan alokasi sumber daya dengan cara mengurangi distorsi akibat pengendalian harga, pajak, subsidi dan berbagai hambatan perdagangan, tarif maupun non tarif.
c. Kebijakan peningkatan kapasitas produktif ekonomi melalui penggalakan tabungan dan investasi.
d. Kebijakan menciptakan lingkungan legal yang bisa mendorong agar mekanisme pasar beroperasi efektif.
Dampak dari kebijakan tersebut cukup meyakinkan terhadap ekonomi makro, seperti investasi asing terus meningkat, sumber pendapatan bertambah dari perbaikan sistem pajak, produktivitas industri yang mendukung ekspor non-migas juga meningkat.
Pada masa pemerintahan orde baru lebih berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut dituangkan dalam jargon kebijakan ekonomi yang disebut trilogi pembangunan (stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan pembangunan ). Hal ini berhasil karena lebih dari 30 tahun, pemerintah mengalami stabilitas politik sehingga menunjang stabilitas ekonomi. Kebijkan tersebut dituangkan pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Format APBN pada masa orde baru dibedakan dalam penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan terdiri dari penerimaan rutin dan pengeluaran terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Sirkulasi anggaran dimulai pada 1 April dan berakhir pada 31 Maret tahun berikutnya. Kebijakan yang disebut tahun fiscal ini diterapkan sesuai dengan masa panen petani sehingga menimbulkan kesan bahwa kebijkan ekonomi memperhatikan petani. APBN pada masa itu diberlakukan atas dasar kebijakan prinsip berimbang, yaitu anggaran penerimaan yang disesuaikan dengan anggaran pengeluaran sehingga terdapat jumlah yang sama antara penerimaan dan pengeluaran. Hal perimbangan tersebut sangat tidak mungkin karena pada masa itu pinjaman luar negeri selalu mengalir. Pinjaman luar negeri teresbut dicatat pada anggaran penerimaan. Padahal seharusnya pinjaman tersebut adalah hutang yang harus dikembalikan dan merupakan beban pengeluaran di masa yang akan datang. Oleh karena itu, pada dasarnya APBN pada masa itu selalu mengalami defisit. Hutang Indonesia membengkak menjadi US$ 70,9 milyar Hutang inilah sebagai salah satu faktor penyebab Pemerintahan Orde Baru runtuh. 

3. PEMERINTAHAN REFORMASI
Pemerintahan reformasi diawali pada tahun 1998. Peristiwa ini dipelopori oleh ribuan mahasiswa yang berdemo menuntut presiden Soeharto untuk turun dari jabatannya dikarenakan pemerintahan Bapak Soerhato dianggap telah banyak merugikan Negara dan banyak yang melakukan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).Tahun 1998 merupakan tahun terberat bagi pembangunan ekonomi di Indonesia sebagai akibat krisis moneter di Asia yang dampaknya sangat terasa di Indonesia. Nilai rupiah yang semula 1 US$ senilai Rp. 2.000,- menjadi sekitar Rp. 10.000,- bahkan mencapai Rp. 12.000,- (5 kali lipat penurunan nilai rupiah terhadap dolar). Artinya, nilai Rp. 1.000.000,- sebelum tahun 1998 senilai dengan 500 US$ namun setelah tahun 1998 menjadi hanya 100 US$. Hutang Negara Indonesia yang jatuh tempo saat itu dan harus dibayar dalam bentuk dolar, membengkak menjadi lima kali lipatnya karena uang yang dimiliki berbentuk rupiah dan harus dibayar dalam bentuk dolar Amerika. Pemerintahan reformasi dari tahun 1998 sampai sekarang sudah mengalami beberapa pergantian presiden, antara lain yaitu :
a. Bapak B.J Habibie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)
Pada saat pemerintahan presdiden B.J Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan perubahan-perubahan yang cukup berarti di bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk menstabilkan keadaan politik di Indonesia. Presiden B.J Habibie jatuh dari pemerintahannya karena melepaskan wilayah Timor-timor dari Wilayah Indonesia melalui jejak pendapat
b. Bapak Abdurrahman Wahid (20 Oktober 1999-23 Juli 2001)
Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman wahid pun belum ada tindakan yang cukup berati untuk menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan. Kepemimpinan Abdurraman Wahid berakhir karena pemerintahannya mengahadapi masalah konflik antar etnis dan antar agama.
c. Ibu Megawati (23 Juli 2001-20 Oktober 2004)
Masa kepemimpinan Megawati mengalami masalah-masalah yang mendesak yang harus diselesaikan yaitu pemulihan ekonomi dan penegakan hokum. Kebijakan yang ditempuh untuk mengatasai persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
1. Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun
2. Kebijakan privatisasi BUMN. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing. Megawati bermaksud mengambil jalan tengah dengan menjual beberapa asset Negara untuk membayar hutang luar negeri. Akan tetapi, hutang Negara tetap saja menggelembung karena pemasukan Negara dari berbagai asset telah hilang dan pendapatan Negara menjadi sangat berkurang.

d. Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (20 Oktober 2004-sekarang)
Masa kepemimpinan SBY terdapat kebijakan yang sikapnya kontroversial yaitu
1. Mengurangi subsidi BBM atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung kesejahteraan masyarakat.
2. Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
3. Mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastrukture Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah.
4. Lembaga kenegaraan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang dijalankan pada pemerintahan SBY mampu memberantas para koruptor tetapi masih tertinggal jauh dari jangkauan sebelumnya karena SBY menerapkan sistem Soft Law bukan Hard Law. Artinya SBY tidak menindak tegas orang-orang yang melakukan KKN sehingga banyak terjadi money politic dan koruptor-koruptor tidak akan jera dan banyak yang mengulanginya.
5. Program konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas dikarenakan persediaan bahan bakar minyak semakin menipis dan harga di pasaran tinggi.
6. Kebijakan impor beras, tetapi kebijakan ini membuat para petani menjerit karena harga gabah menjadi anjlok atau turun drastis 

B. SISTEM EKONOMI INDONESIA
Secara normatif landasan idiil sistem ekonomi di Indonesia adalah Pancasila dan UUD 1945 pasal 33. Dalam UUD 1945 tersebut diungkapkan dasar ekonomi demokrasi. Cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan dan kemakmuran rakyat diutamakan. Tetapi, kenyataannya Indonesia tidak melaksanakan perekonomian dengan menggunakan sistem pancasila. Bangun usaha yang mencerminkan dari sistem demokrasi adalah koperasi tetapi selama ini perkembangan koperasi sangat lambat sehingga tidak mampu menjadi soko perekonomian Indonesia seperti yang diharapkan sebelumnya.
1. SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA PADA MASA ORDE LAMA
Pada masa awal kemerdekaan, konsep pengembangan ekonomi Indonesia masih sangat terpengaruh oleh faham nasionalisme sempit. Pandangan anti kapitalisme begitu kuat dikarenakan Indonesia baru saja melepaskan diri dari kolonialisme Belanda, yang mana kolonialisme dianalogikan dengan kekuatan kapitalis yang menindas. Pada saat dipimpin oleh Soekarno, Indonesia mencoba menerapkan sistem ekonomi sosialis. Akan tetapi, percobaan sosialisme tersebut mengalami kegagalan. Sosialisme Indonesia kala itu ternyata justru menghasilkan pemerataan kemiskinan. Hanya sebagian orang yang menikmati kemewahan. Presiden pada waktu itu seperti kebingungan untuk merencanakan perekonomian. Isu politik lebih mengemuka sedangkan rakyat justru ditelantarkan. Indonesia lebih memilih membangun Monas, Istiqlal, dan beberapa proyek besar lainnya untuk menunjukkan kebesaran negaranya dibandingkan membangun kesejahteraan masyarakat. Akhirnya Soekarno pun jatuh dan digantikan oleh Soeharto. 

2. SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA PADA MASA ORDE BARU
Pada saat Indonesia dipimpin oleh Soeharto, bandul perekonomian Indonesia mulai berayun ke kanan, dari sosialisme menuju kapitalisme. Soeharto merancang berbagai kebijakan ekonomi yang pro dengan para penanam modal. Untuk mengendalikan inflasi yang ditinggalkan oleh presiden sebelumnya, Soeharto membuka diri terhadap produk-produk dan modal asing. Hasilnya cukup menggembirakan, inflasi dapat diturunkan dengan cepat dan pasokan barang tersedia. Namun dampak buruk dari ekonomi kapitalis sangat dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Produksi dalam negeri menjadi tersingkir, modal asing dinilai menyingkirkan kemandirian bangsa dan kesenjangan antara si miskin dan si kaya semakin melebar. Puncaknya ketika krisis ekonomi menimpa Indonesia. Nilai tukar rupiah, dari yang semula Rp 2.000 per dolar melonjak hingga Rp 10.000 per dolar AS. Tatanan kapitalis di Indonesia mulai goyah. Utang luar negeri yang pada saat itu menjadi poros penggerak utama perekonomian semakin membengkak. Banyak perusahaan kolaps (bangkrut), yang akhirnya membuat presiden Soeharto menandatangani perjanjian utang dengan International Monetary Fund (IMF). Akhirnya pemerintahan Soeharto pun berakhir, akan tetapi sistem kapitalis masih digunakan di Indonesia.

3. SISTEM PERKONOMIAN INDONESIA PADA SAAT INI
Melihat kondisi perekonomian Indonesia saat ini dapat disimpulkan bahwa Indonesia cenderung menganut sistem ekonomi kapitalis atau yang sering disebut dengan neoliberalisme. Hal tersebut dapat diantaranya dapat dilihay dari :
1. Banyak BUMN yang sudah diprivatisasi
2. Pihak swasta lebih banyak mendominasi pasar
3. Lebih banyak produk-produk MNC yang beredar di pasaran
4. Indonesia telah menandatangani perjanjian WTO (perdagangan pasar bebas) 
5. Banyaknya modal asing yang masuk ke Indonesia 
6. Pihak asing maupun swasta bisa mengontrol pemerintah




C. BANGUN-BANGUN USAHA EKONOMI INDONESIA
Dalam sistem perekonomian Indonesia dikenal ada tiga pilar utama yang menyangga perekonomian. Ketiga pilar tersebut adalah :
1. Koperasi
Keberadaan koperasi di Indonesia berlandaskan pada pasal 33 UUD 1945 dan UU No. 25 Tahun 1992. Pada penjelasan UUD 1945 pasal 33 ayat (1) , koperasi berkedudukan sebagai “soko guru perekonomian nasional ” dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem perekonomian nasional. Adapun penjelasan dalam UU No. 25 Tahun 1992 , menyebutkan bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Berdasarkan pada pengertian koperasi di atas, menunjukkan bahwa koperasi di Indonesia tidak semata-mata dipandang sebagai bentuk perusahaan yang mempunyai asas dan prinsip yang khas, namun koperasi juga dipandang sebagai alat untuk membangun sistem perekonomian Indonesia. Koperasi diharapkan dapat mengembangkan potensi ekonomi rakyat dan mewujudkan demokrasi ekonomi yang sesuai dengan yang diamanatkan dalam UUD 1945.
2. BUMN (Badan Usaha Milik Negara)
BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. BUMN dapat berbentuk Perjan ( Perusahaan Jawatan ) , Perum ( Perusahaan Umum ) , dan Persero ( Perusahaan Perseroan ) . Pada sistem ekonomi kerakyatan , BUMN ikut berperan dalam menghasilkan barang atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar - besarnya kemakmuran rakyat.
3. BUMS (Badan Usaha Milik Swasta)
BUMS adalah salah satu kekuatan ekonomi di Indonesia. BUMS merupakan badan usaha yang didirikan dan dimiliki oleh pihak swasta. Tujuan BUMS adalah untuk memperoleh laba sebesar-besarnya. BUMS didirikan dalam rangka ikut mengelola sumber daya alam Indonesia, namun dalam pelaksanaannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan pemerintah dan UUD 1945. BUMS dalam melakukan perannya mengandalkan kekuatan pemilikan modal.
Ketiga pilar tersebut merupakan pondasi perekonomian Indonesia yang mempengaruhi kemajuan perekonomian Indonesia. Pilar pertama (koperasi) merupakan sebuah usaha yang diperuntukkan bagi kesejahteraan kelompok secara khusus dan masyarakat luas secara umum sedangkan pilar kedua dan ketiga (BUMN dan BUMS) memiliki tujuan untuk mengumpulkan laba yang sebesar-besarnya. Berdasarkan informasi dari salah satu surat kabar, dari ketiga pilar tersebut, perekonomian Indonesia didominasi oleh BUMS dengan prosentase sebesar 80%, kemudian disusul dengan BUMN dengan prosentase 18% sedangkan koperasi hanya menyumbang sebesar 2%. Kondisi ini sangat ironis karena pada awalnya koperasi disebut-sebut sebagi soko guru perekonomian nasional akan tetapi pada kenyataannya perkembangan koperasi sangat lambat jika dibandingkan dengan BUMN dan BUMS. Perkembangan koperasi tidak sepesat di negara maju dikarenakan :
1. Perkembangan koperasi di Indonesia yang dimulai dari atas (bottom up )tetapi dari atas (top down),artinya koperasi berkembang di indonesia bukan dari kesadaran masyarakat, tetapi muncul dari dukungan pemerintah yang disosialisasikan ke bawah.
2. Tingkat partisipasi anggota koperasi masih rendah, ini disebabkan sosialisasi yang belum optimal.
3. Manajemen koperasi yang belum profesional, ini banyak terjadi di koperasi koperasi yang anggota dan pengurusnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah.
4. Pemerintah terlalu memanjakan koperasi, koperasi banyak dibantu pemerintah lewat dana dana segar tanpa ada pengawasan terhadap bantuan tersebut. Sifat bantuanya pun tidak wajib dikembalikan.
5. Koperasi kecil kerap kesulitan mendapat pinjaman modal untuk pengembangan usaha.
Kondisi BUMN juga tidak begitu berbeda dengan koperasi. Dalam kurun waktu 50 tahun dibentuk, BUMN secara umum belum menunjukkan kinerja yang menggembirakan. Pemerintah Indonesia masih harus melunasi hutang luar negerinya, salah satu caranya adalah dengan melakukan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah pengalihan asset yang sebelumnya dikuasai oleh negara menjadi milik swasta. Privatisasi BUMN di Indonesia mulai dicanangkan pemerintah sejak tahun 1980-an. BUMN-BUMN yang telah diprivatisasi seperti PT. Telkom (Persero) Tbk, PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT. Bank BNI 46 (Persero) Tbk., PT. Indosat (Persero) Tbk., PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk, dan PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Selain itu, ada beberapa BUMN yang mengalami kerugian dalam kegiatan operasionalnya.
Secara keseluruhan perekonomian Indonesia masih tidak seimbang,karena masih didominasi oleh pihak swasta. Hal ini sejalan dengan kondisi perekonomian Indonesia yang saat ini cenderung ke arah kapitalis atau yang sering dikenal dengan neoliberalisme. Ketimpangan sosial di Indonesia semakin melebar dan masalah kemiskinan masih terus melanda Indonesia.

Kondisi ekonomi global yang makin terpuruk sepertinya akan menjadi tantangan tersendiri untuk Indonesia 2012. Pemerintah meramalkan perekonomian Indonesia akan tetap cerah tahun di 2012. Data dari Jawa Pos terbitan Selasa, 27 Desember 2011 mengatakan Pemerintah, Komite Ekonomi Nasional (KEN), Bank Indonesia, IMF, dan Bank Dunia menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2012 bisa menyentuh 6,7 persen. Rakyat Indonesia tentunya senang mendengar kabar tersebut, ditengah terpuruknya ekonomi global, Indonesia diramalkan akan tetap berdiri kokoh. Namun, Pertanyaannya apakah ramalan itu benar? Jika tidak benar, lantas apa yang akan dilakukan pemerintah. Masyarakat tentunya bukan mengharapkan ramalan yang manis namun bukti nyata yang manis.

Pertumbuhan Ekonomi

Mengutip Opini Ahmad Erani Yustika dalam Jawa Pos Selasa, 27 Desember 2011 tersebut mengatakan pemerintah dan lembaga multilateral mungkin mempunyai pandangan sederhana, rasio ekspor nasional terhadap PBD tidak terlalu besar (sekitar 28 % saja) sehingga dampak krisis global lewat jalur perdagangan tidak akan menimbulkan banyak guncangan ekonomi. Pemerintah masih bisa menggenjot pertumbuhan ekonomi dari sumber lain, yakni pengeluaran pemerintah (APBN), konsumsi domestik (rumah tangga), dan investasi.
Namun, langkah pemerintah tidak mungkin semudah membalik telapak tangannya. Sekarang ini masih banyak rakyat Indonesia yang terlantar dan tidak terurus, ditambah lagi semakin kecilnya minat masyarakat untuk datang ke pasar tradisional karena menjamurnya supermarket yang mulai masuk ke daerah-daerah. Secara tidak langsung pasar-pasar modern sudah mengancam eksistensi pasar tradisonal. Apa yang ditakutkan dari menjamurnya supermarket saat ini?. Ketakutannya adalah matinya pasar tradisional dan meningkatnya pengangguran. Sekarang bisa dibayangkan saja berapa banyak pekerja yang ada di pasar-pasar  tradisional dan sejumlah orang yang akan kehilangan lapangan pekerjaan, Padahal pasar tradisional juga ikut berperan dalam mengerakkan ekonomi Indonesia.

Kenerja Pemerintah Belum Maksimal

Sebelum mengatakan perekonomian Indonesia akan cerah pada tahun 2012 pemerintah sebaiknya melihat kembali bagaimana kinerja mereka. Misalnya dalam hal kemiskinan absolut turun (tapi jumlah penduduk miskin dan hampir miskin bertambah), pengganguran menurun namun proporsi pekerja sektor informal terus bertambah, dan ketimpangan pendapatan semakin menganga (Pada 2010 ratio mencapai 0,38, rekor tertinggi dalam periode modernisasi ekonomi Indonesia).
Dari data di atas pemerintah harus cermat membenahi sisi-sisi itu. Bagaimana caranya supaya beberapa hal yang masih menjadi kelemahan itu tertutup. Seperti masalah pengangguran yang belum maksimal dalam penanganannya. Ada beberapa cara untuk pemerintah mengurangi pengangguran di Indonesia. Pemerintah bisa cermat melihat program-program perusahaan yang bergerak di bidang kewirausahaan. Jika pemerintah bisa memanfaatkan perusahaan ini dengan baik otomatis pemerintah tidak perlu repot-repot mengeluarkan banyak modal untuk membuat program terkait.
Meskipun pemerintah mengklaim bahwa ekonomi kita sekarang ini sudah menuju modernisasi, sebenarnya dalam banyak hal ekonomi nasional masih primitif. Kegiatan ekonomi (ekspor misalnya) banyak bertumpu pada komoditas bahan mentah sehingga tidak hanya kehilangan kesempatan menciptakan nilai tambah, tetapi juga kesulitan menciptakan lapangan kerja. Kasus kelapa sawit misalnya kurang lebih hanya diolah untuk membuat 40 jenis komoditas olahan. Padahal, Malaysia sudah mencapai seratus jenis. Itu juga terjadi pada kasus di subsektor perikanan, pertanian, kehutanan, pertambangan, dan lain sebagainya.
Seandainya strategi hilirisasi komoditas bahan mentah tersebut dilakukan secara eksesif melalui pembentukan “Pohom Industri”, sebagian besar masalah ekonomi akan terselesaikan. Jika tiga hal itu saja mulai dicicil tahun depan, yakinlah bahwa pertumbuhan ekonomi bukanlah isu yang penting lagi.
Pemerintah Indonesia pasti memiliki progress yang bagus. Ungkapan bagus selalu optimis dari pemerintah. Namun, Rakyat Indonesia tidak butuh hanya sekadar keoptimisan saja, namun buktinya. Jika pemerintah bisa menjaga ekonomi Indonesia 2012 tetap cerah maka pemerintah Indonesia sudah selangkah lebih maju. Tetap semangat untuk Indonesia yang lebih baik dan masa depan cerah generasi Indonesia

Ryantono Puji Santoso: PU LPM Pabelan 2012


KESIMPULAN
Sejarah perekonomian Indonesia dibagi menjadi 3, yaitu pemerintahan masa orde lama, orde baru serta reformasi. Perekonomian Indonesia sejak pemerintahan masa orde lama hingga masa reformasi masih mengalami beberapa gejolak. Hal itu dapat dilihat dari :
1. Kemiskinan yang terus bertambah
2. Pengangguran tingkat tinggi dikarenakan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah angkatan kerja
3. Maraknya para koruptor karena hukum di negeri ini kurang tegas (Indonesia termasuk dalam 5 terbesar Negara terkorup didunia)
4. Masih terjadi kesenjangan ekonomi antara penduduk yang miskin dan yang kaya
5. Nilai rupiah masih sekitar Rp 9.000-Rp 10.000
6. Masih memiliki hutang ke luar negeri
Secara normatife landasan idiil perekonomian Indonesia adalah Pancasila dan UUD 1945 pasal 33. Dalam UUD 1945 tersebut diungkapkan dasar ekonomi demokrasi. Cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan dan kemakmuran rakyat diutamakan. Pada kenyataannya, sistem perekonomian Indonesia saat ini cenderung menuju ke arah kapitalis atau yang lebih dikenal dengan neoliberalisme. Hal ini dapat dilihat dari :
1. Banyak BUMN yang sudah diprivatisasi
2. Pihak swasta lebih banyak mendominasi pasar
3. Lebih banyak produk-produk MNC yang beredar di pasaran
4. Indonesia telah menandatangani perjanjian WTO (perdagangan pasar bebas)
5. Banyaknya modal asing yang masuk ke Indonesia
6. Pihak asing maupun swasta bisa mengontrol pemerintah
Dalam sistem perekonomian di Indonesia dikenal 3 pilar utama penyangga perekonomian. Ketiga pilar tersebut adalah Koperasi, BUMN, dan BUMS. Pada awalnya koperasi diharapkan dapat menjadi soko guru perekonomian nasional dimana nantinya koperasi dapat memberikan korntribusi yang paling besar dibandingkan dengan BUMN dan BUMS bagi perekonomian Indonesia. Pada kenyataannya, justru yang memberikan kontribusi yang paling besar berasal dari BUMS. Hal ini sejalan dengan sistem perekonomian Indonesia yang cenderung menuju ke arah kapitalis.

SUMBER:
http://www.gema-nurani.com/2012/01/perekonomian-indonesia-2012/
http://labtani.wordpress.com/2008/11/07/sejarah-perekonomian-indonesia/
http://sidikaurora.wordpress.com/2011/02/16/perkembangan-sistem-perekonomian-indonesia-dari-masa-ke-masa/
http://emilianovitasari.blogspot.com/2011/04/contoh-kasus-penggelapan-pajak.html



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Posting Komentar